Aku selalu saja dibuat kagum dengan tingkah laku si adik bungsu, lagaknya yang sok dewasa dan penuh filosofis. Semoga makin bertumbuh dengan baik ya dek. Kelak jadi laki-laki yang senantiasa menghargai setiap perempuan di dunia ini.
Pada suatu malam di bawah sinar rembulan yang remang-remang sepulang dari masjid Al-Markaz Maros. Aku dan Syukur berjalan melewati pematang sawah yang masih becek sisa hujan sore hari. Dengan berbagai macam pertanyaan yang diutarakan si bungsu membuat perjalanan kami tak terasa sunyi, beberapa sawah terlewati, bebatuan yang berbentuk gua pun kami lalui tanpa ada rasa taku sedikitpun, meski kebanyakan orang tempat tersebut keramat. Itu bagi mereka, tapi alhamdulillah selama tumbuh besar di sana kami tak pernah mendapatkan hal-hal aneh seperti yang diceritakan orang-orang.
Bagi kami, sejauh apapun langkah kaki melangkah tempat ternyaman untuk pulang adalah RUMAH, meskipun harus ditempuh dengan kesabaran dan perjuangan.
Tetiba, ada dua ekor ular hitam di tengah pematang sawah di depan kami. Aku yang ada di posisi depan, meringis agak takut.
Aku : "Dek ada ular,, hummm."
Syukur : "Mana ularnya?" bertanya seolah berani
Aku : "Itu dek." Sambil menunjuk ular hitam yang belum juga beranjak pergi
Syukur : "Jalan saja Kakak Icha, ndak apa-apa kok."
Aku : "Ihh Kakak takut."
Syukur : "Kakak Icha biar Syukur jalan duluan." Sambil berjalan kedepanku, melangkah demi selangkah berusaha melewati ular hitam
Aku : "Tunggu Kakak Icha donk."
Syukur : "Tenang saja Kak, Alhamdulillah aman kan?"
Aku : "Alhamdulillah, Adikku memang keren. Terima kasih ya Syukur."
Kami sampai di rumah dengan penuh riang. Penuh syukur.
Komentar
Posting Komentar